Sabtu, 02 November 2013

Peminangan

PEMINANGAN

  1. Pengertian
      kata khithbah adalah bahasa Arab yang secara sederhana diartikan dengan penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan pernikahan.
      Menurut etimologi meminang atau melamar adalah meminta waita untuk dijadikan istri. Sedangkan menurut terminologi peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita. Atau, seorang pria meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya. Dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat.
B.      Dasar  peminangan
Adapun dasar disyari’atkannnya peminangan adalah berlandaskan kepada:
  1. Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 235:
Ÿwur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJŠÏù OçGôʧtã ¾ÏmÎ/ ô`ÏB Ïpt7ôÜÅz Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷rr& óOçF^oYò2r& þÎû öNä3Å¡àÿRr& 4 zNÎ=tæ ª!$# öNä3¯Rr& £`ßgtRrãä.õtGy `Å3»s9ur žw £`èdrßÏã#uqè? #ŽÅ  HwÎ) br& (#qä9qà)s? Zwöqs% $]ùrã÷è¨B 4 Ÿwur (#qãBÌ÷ès? noyø)ãã Çy%x6ÏiZ9$# 4Ó®Lym x÷è=ö6tƒ Ü=»tFÅ3ø9$# ¼ã&s#y_r& 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ãNn=÷ètƒ $tB þÎû öNä3Å¡àÿRr& çnrâx÷n$$sù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇËÌÎÈ  
Dari dasar peminangan di atas, baik dalam al-Qur’an dan hadits sendiri yang membicarakan tentang peminangan tidak ditemukan dengan jelas dan terarah adanya perintah melakukan dan melarangnya. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak ada pendapat ulama yang mewajibkannya. Dalam arti hukumnya adalah mubah. Akan tetapi menurut   Ibnu Rusyd mengatakan hukumnya adalah wajib. Ulama ini berdasarkan pendapatnya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam peminangan itu.
1.       Hikmah peminangan
      Adapun hikmah dari adanya syari’at peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena dalam peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya.
      Pada dasarnya peminangan itu adalah awal proses dari sebuah pernikahan. Oleh karena itu perempuan-perempuan yang secara hukum syara’  boleh dinikahi oleh seorang laki-laki, boleh dipinang.

2.       Proses peminangan
      Dalam proses peminangan, islam memberikan aturan dan kode etik yang harus dipatuhi oleh yang akan menjalaninya. Dalam hal ini, apakah perempuan yang akan dipinangnya benar-benar sah atau boleh dinikahi secara syara’ dan tidak ada halangan lain yang mencegah untuk dipinang serta ketentuan lain yaitu:
  1. Perempuan yang sedang berada dalam ikatan perkawinan meskipun dalam kenyataannya telah lama ditinggalkan oleh suaminya.
  2. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, baik ia telah digauli oleh suaminya atau belum, dalam arti ia menjalani iddah mati dari mantan suaminya.
  3. Perempuan yang telah bercerai dari suaminya  dengan talak raj’I dan sedang berada dalam masa iddah raj’i.
  4. Perempuan yang telah bercerai dengan suaminya dengan talak bain dan sedang menjalani masa iddah.
  5. Melihat pinangan
      Waktu berlangsungnya peminangan laki-laki yang melakukan peminangan diperbolehkan melihat perempuan yang di pinangnya, meskipun menurut asalnya seoarang laki-laki haram melihat kepada perempuan. Kebolehan ini didasarkan pada hadits Nabi dari Jabir menurut Riwayat Ahmad dan Abu Daud sebagaiman di atas.

3.      Batas yang boleh dilihat
      Walaupun hadits Nabi menetapkan boleh melihat perempuan yang dipinang, namun ada batas-batas yang boleh dilihat. Bagian badan wanita yang boleh dilihat ketika dipinang. Para fuqoha’ berbeda pendapat. Imam Malik hanya membolehkan pada muka dan kedua telapak tangan. Fuqoha’ yang lain (seperti Abu Daud Azh-Zhahiry) membolehkan melihat seluruh badan, kecuali dua kemaluan. Sementara fuqoha’ yang lain melarang melihat sama sekali. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan melihat kedua telapak kaki, muka dan kedua telapak tangan.
Adapun waktu melihat kepada perempuan itu adalah saat menjelang menyampaikan pinangan, bukan setelahnya, karena apabila ia tidak suka setelah melihat ia akan dapat meninggalkannya tanpa menyakitinya.
Adapun cara menyampaikan ucapan peminangan ada dalam dua cara:
  1. menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang dalam arti tidak mungkin di pahami dari ucapan itu kecuali untuk peminangan, seperti ucapan “saya berkeinginan untuk menikahimu”.
  2. Menggunakan ucapan yang tidak jelas dan tidak terus terang atau dengan istilah kinayah. yang berarti ucapan itu dapat mengandung arti bukan untuk pinangan, seperti ucapan:”tidak ada orang yang tidak suka kepadamu”
4.      Akibat hukum peminangan
            Peminangan itu adalah suatau usaha yang dilakukan yang mendahului perkawinan dan menurut biasanya setelah waktu itu dilangsungkan akad perkawinan. Namun peminangan itu bukanlah suatu perjanjian yang mengikat untuk dipatuhi. Laki-laki yang meminang atau pihak perempuan yang dipinang dalam masa menjelang perkawinan dapat saja membatalkan pinangan tersebut, walaupun dulunya ia menerimanya. Meskipun demikian, pemutusan peminangan itu mestinya dilakukan secara baik dan tidak menyakiti pihak manapun.
            Pemberian yang dilakukan dalam acara peminangan itu tidak mempunyai kaitan apa-apa dengan mahar yang diberikan kemudian dalam perkawinan. Dengan demikian, pemberian tersebut dapat diambil  kembali bila peminangan tidak berlanjut dengan pernikahan. Hubungan antara laki-laki yang meminang dan perempuan yang dipinangnya selama masa antara peminangan dan perkawinan itu adalah sebagaimana hubungan asing (ajnabiyah). Oleh karena itu, belum berlaku hak dan kewajiban diantara keduanya dan diantara keduanya haram melakukan saling melihat sebagaimana haramnya saling melihat diantara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri atau mahramnya.

5.      Pembatalan peminangan
            Alasan pembatalan peminangan sebagai berikut :
1.      Jika pembatalan peminangan timbul dari kehendak peminang dan tanpa alasan yang rasional maka di pandang adil jika ia tidak berhak menarik kembali apa yang telah di serahkan kepada terpinang dan terpinang tidak harus mengembalikan barang-barang yang telah di terimanya
2.      Jika pembatalan peminangan tersebut timbul dari kehendak peminang dengan alas an yang rasional, seperti ia melihat cacat pada terpinang yang tidak diketahui sebelumnya, atau karena perangai terpinang yang tidak menyenangkan atau kejadian mendatang pada riri terpinang sesudah peminangan yang menyebabkan kepantasan peminang membatalkan pinangannya, maka di pandang adil apabila dalam hal ini si terpinang mengenmbalikan mahar, hadiah atau nilainya, karena sebenarnya dalam hal ini dialah yang menyebabkan batalnya pinangan dan semestinya dialah yang menanggung resikonya.
3.      Jika pembatalan peminangan timbul dari pihak terpinang tanpa alasan yang rasional maka di pandang adil jika ia harus mengembalikan apa yang pernah di terimanya dari peminang karena peminang tidak bersalah dan dalam hal ini terpinang yang salah.

4.      Jika pembatalan peminangan timbul dari kehendak terpinang dengan alasan yang rasional, seperti ia melihat cela pada diri peminang atau perubahan sikap hidup peminang maka dalam keadaan demikian terpinang beralasan membatalkan peminangan maka di pandang adil apabila terpinang tidak diharuskan mengembalikan apa yang pernah diterimanya dalam hal ini si terpinang tidak bersalah dan si peminanglah yang menjadi sebab terpinang membatalkan peminangan, sehingga peminanglah yang sepantasnya menanggung resiko pembatalan peminangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar