Sabtu, 02 November 2013

Thaharah

BAB 2 THAHARAH

A.     Pengertian Thaharah
            Thaharah berdasarkan arti harfiah berarti bersih dan suci, sedangkan berdasarkan pengertian syara`, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis, khususnya pada saat kita hendak shalat. Lebih jauh lagi, thaharah berarti mensucikan diri dan hati. Thaharah hukumnya wajib bagi setiap mukmin.

Macam-Macam Air
            Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum di pakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah:
1.      Air hujan
2.      Air sumur
3.      Air laut
4.      Air sungai
5.      Air salju
6.      Air telaga
7.      Air embun

Pembagian Air
            Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian:
1.      Air suci dan mensucikan, yaitu air muthlak artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh (air muthlak artinya air yang sewajarnya.
2.      Air suci dan dapat mensucikan, terapi makhruh digunakan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
3.      Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti Air musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats, atau menghilangkan najis kalau tidak berubah rupanya, rasanya dan baunya.
4.      Air mutanajis, yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air yang semcam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan.
Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.
Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak, maka besarnya = panjang 60 cm dan dalam/tinggi60cm.
Peringatan:
Ada satu macam air lagi ialah:Ada satu macam air lagi ialah suci dan mensucikan tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghashab/mencuri, mengambil tanpa izin.
.
Macam-Macam Najis
Najis ialah suatu benda yang kotor menurut syara’, misalnya:
1.      Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
2.      Darah
3.      Nanah
4.      Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
5.      Anjing dan babi
6.      Minuman keras seperti arak dan sebagainya
7.      Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.

Pembagian najis :
Najis itu dapat dibagi 3 bagian:
1.      Najis Mukhaffafah (ringan) : ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2.      Najis Mughallazhah (berat) : ialah najis anjing dan babi dan keturunannya.
3.      Najis Mutawassithah (sedang) : ialah najis yang selain dari dua najis tersebut diatas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang.
Najis mutawassithah dibagi menjadi dua :
1.      Najis ‘ainiyah : ialah najis yang berujud, yakni yang nampak dapat dilihat
2.      Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara Menghilangkan Najis
1.      Barang yang kena najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2.      Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3.      Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara di basuh sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiyah cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi.
Najis yang Dimanfaatkan (Ma’fu)
            Najis yang dimanfaatkan artinya tak usah dibasuh/dicuci, misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.
Adapun tikus atau cecak yang jatuh ke dalam minyak atau makanan yang beku, dan ia mati di dalamnya, maka makanan yang wajib dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang itu, ialah makanan atau minyak yang dikenainya itu saja. Sedang yang lain boleh dipakai kembali. Bila minyak atau makanan yang dihinggapinya itu cair, maka semua makanan atau minyak itu hukumnya najis. Karena yang demikian itu tidak dapat dibedakan mana yang kena najis dan mana yang tidak.
Istinja’
            Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti kencing dan berak, wajib disucikan dengan air hingga bersih.

B.      Berwudhu
            Wudlu’ menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang menurut syara’ artinya membersihkan anggota wudlu’ untuk menghilangkan hadats kecil.
Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib lebih dahulu berwudlu’, karena wudlu’ adalah menjadi syarat sahnya shalat.

Fardu Wudhu’
1.      Niat : ketika membasuh muka
2.      Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga kiri)
3.      Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4.      Mengusap sebagian rambut kepala
5.      Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6.      Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan mana yang harus diakhirkan
Yang Membatalkan Wudlu’
1.      Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, misalnya buang air kecil maupun besar, atau keluar angin dan sebagainya
2.      Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk dan tidur nyenyak
3.      Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup, (muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikah)
4.      Tersentuh kemaluan (qubul atau dubur) dengan tapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri)

C.      Mandi / Mandi Wajib
            Shalat sebagaimana kita ketahui, sahnya juga suci dari hadats besar. Cara menghilangkan hadats besar dengan mandi wajib, yaitu membasuh seluruh tubuh mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki.

Sebab-sebab yang mewajibkan mandi:
1.      Bertemunya dua khitan (bersetubuh)
2.      Keluar mani disebabkan bersetubuh atau dengan lain-lain sebab (Nomor 1 dan 2 dinamakan juga janabat/junub)
3.      Mati, dan matinya itu bukan mati syahid
4.      Karena selesai nifas (bersalin; setelah selesai berhentinya keluar darah sesudah melahirkan)
5.      Karena wiladah (setelah melahirkan)
6.      Karena selesai haid

Larangan bagi orang yang sedang junub
Bagi mereka yang sedang berjunub, yakni mereka yang masih berhadats besar tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Melaksanakan shalat
2.      Melakukan thawaf di Baitullah
3.      Memegang Kitab Suci Al-Qur’an
4.      Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an
5.      Membaca Kitab Suci Al-Qur’an
6.      Berdiam diri di masjid
Larangan bagi yang sedang haid
Mereka yang sedang haid dilarang melakukan seperti tersebut di atas dan ditambah larangan sebagai berikut:
1.      Bersenang-senang dengan apa yang antara pusat dan lutut
2.      Berpuasa baik sunat maupun fardlu
3.      Dijatuhi talaq (cerai)

D.     Tayammum
            Tayammum ialah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci. Pada suatu ketika tayammum itu dapat menggantikan wudlu dan mandi dengan syarat-syarat tertentu.

Dibolehkan bertayammum dengan syarat:
1.      Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
2.      Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
3.      Telah masuk waktu shalat
4.      Dengan debu yang suci

Fardlu tayammum
1.      Niat (untuk dibolehkan mengerjakan shalat)
2.      Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
3.      Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah dua kali
4.      Memindahkan debu kepada anggota yang diusapkan
5.      Tertib (berturut-turut)
Keterangan:
Yang dimaksud mengusap bukan sebagaimana menggunakan air dalam berwudlu’, tetapi cukup menyapukan saja dan bukan mengoles-oles sehingga rata seperti menggunakan air.

Batal Tayammum
1.      Segala yang membatalkan wudlu’
2.      Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
3.      Murtad ; keluar dari Islam
Cara menggunakan tayammum
            Sekali bertayammum hanya dapat dipakai untuk satu shalat fardlu saja, meskipun belum batal. Adapun untuk dipakai shalat sunnat beberapa kali cukuplah dengan satu tayammum. Bagi orang yang salah satu anggota wudlu’nya berbebat (dibalut), maka cukup bebat itu saja diusap dengan air atau tayammum, kemudian mengerjakan shalat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar