HUKUM WARIS
Ilmu Faraaid
ialah ilmu yang menguraikan cara membagi harta peninggalan
seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Tujuan ilmu faraaid adalah agar
pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli warisyang dirugikan
sehingga tidak ada perselisihan atau perpecahan antar ahli waris karena
pembagian harta warisan.
Waris maknanya menurut bahasa ialah
'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum
kepada kaum lain.
Rukun waris ada
tiga:
- Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan
ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
- Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk
menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya
ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
- Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau
kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan
sebagainya.
Dari sederetan hak yang harus
ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta peninggalan adalah:
1. Semua keperluan
dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya menggunakan harta miliknya, dengan
catatan tidak boleh berlebihan. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut
menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak wafatnya hingga
pemakamannya. Di antaranya, biaya memandikan, pembelian kain kafan, biaya
pemakaman, dan sebagainya hingga mayit sampai di tempat peristirahatannya yang
terakhir.
Satu
hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialah bahwa segala keperluan
tersebut akan berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan mayit, baik dari segi
kemampuannya maupun dari jenis kelaminnya.
2. Hendaklah utang
piutang yang masih ditanggung pewaris ditunaikan terlebih dahulu. Artinya,
seluruh harta peninggalan pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepada ahli
warisnya sebelum utang piutangnya ditunaikan terlebih dahulu
Syarat-syarat
waris juga ada tiga:
- Meninggalnya
seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya
dianggap telah meninggal).
- Adanya ahli
waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
- Seluruh ahli
waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
Ada tiga sebab
yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
- Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua
orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
- Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara
legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum
atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya. Adapun
pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk
mendapatkan hak waris.
- Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum.
Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadi penyebab
adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam
hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan
(ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orang yang membebaskan budak
berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai
manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi
terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris
yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali
pernikahan.
Penggugur
hak waris :
1. Budak
2.
Pembunuhan
3.
Perbedaan agama
Sebelum
harta benda dibagi kepada ahli waris selesaikan terlebih dahulu hal-hal berikut
:
- Zakat; bila harta
peninggalan belum dikeluarkan zakatnya.
- Biaya pengurusan
pewaris sejak dari sakit sampai selesai pemakaman jenazahnya.
- Hutang; jika
pewaris meninggalkan hutang.
- Wasiat ; jika
pewaris berwasiat untuk diserahkan pada seseorang atau lembaga guna
kepentingan syiarul Islam, wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari
seluruh harta warisan, kecuali para ahli waris sepakat melebihkannya. Dan
wasiat tidak boleh ditujukan pada ahli waris, kecuali disetujui seluruh
ahli warisnya.
Ketentuan Perolehan Harta Waris.
Pembagian harta waris dibagi menjadi
tiga bagian, yakni: Dlawil Furudh, Ashobah dan Dlawil Arham
1. Dzawil Furudh, yakni ahli
waris yang ketentuan perolehannya sudah ditentukan oleh syara’ yakni :
1/2,1/4, 1/8, 1/3, 1/6 dan 2/3.disebut juga Furudhul Muqaddarah
a) Ahli waris yang memperoleh bagian setengah (1/2) :
1. anak perempuan
tunggal (Q.S. An-Nisa :11)
2. cucu perempuan
tunggal (dari anak laki-laki)
3. saudara perempuan
tunggal yang sekandung (Q.S. An-Nisa :176)
4. saudara perempuan
tunggal yang sebapak
5.
suami, apabila pewaris tidak meninggalkan anak
atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S An-Nisa : 12)
b) Ahli waris yang memperoleh bagian seperempat (1/4)
1. suami, apabila
pewaris meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S
An-Nisa : 12)
2.
istri, seorang atau lebih apabila pewaris
tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S An-Nisa
: 12).
c) Ahli waris yang memperoleh bagian seperdelapan (1/8)
1. istri, seorang
atau lebih apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun
perempuan. (Q.S An-Nisa : 12).
d)
Ahli waris yang memperoleh bagian sepertiga
(1/3)
1. ibu, apabila
pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu ( dari anak laki-laki ) baik
laki-laki maupun perempuan, atau dua orang saudaranya/lebih laki-laki maupun
perempuan sekandung/sebapak/seibu saja. (Q.S An-Nisa : 11).
2.
dua orang saudara seibu /lebih laki-laki
maupun perempuan (Q.S An-Nisa : 12).
e) Ahli waris yang memperoleh bagian seperenam (1/6)
1. bapak atau kakek,
apabila ada anak/cucu
2.
ibu, apabila ada anak/cucu atau ada dua orang
saudara lk./prp. atau lebih
3.
nenek, seorang atau lebih, bila tidak ada ibu
4.
seorang saudara seibu, baik laki-laki
maupun perempuan
5.
cucu perempuan seorang atau lebih, apabila ada
seorang anak perempuan, tetapi bila anak perempuannya lebih dari seorang maka
cucu hijab( tidak mendapat warisan).
6.
seorang saudara perempuan sebapak atau lebih
apabila ada seorang saudara perempuan sekandung, tetapi apabial saudara
sekandungnya lebih dari seorang maka saudara perempuyan sebapak hijab (tidak
mendapat warisan).
f)
Ahli waris yang memperoleh bagian duapertiga (2/3)
1. dua orang anak
perempua atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. (Q.S An-Nisa : 11).
2. dua orang cucu
perempua atau lebih dari anak laki-laki, bila tidak ada anak perempuan.
3. dua orang saudara
perempuan atau lebih yang sekandung (Q.S. An-Nisa :176)
4. dua orang saudara
perempuan atau lebih yang sebapak .
2. Ashobah : yaitu ahli
waris yang mendapat bagian warisannya tidak ditentukan, yaitu setelah
diambil oleh ahli waris yang termasuk dzawil furudh. Ashobah terbagi menjadi
tiga bagian yaitu Ashobah binafsihi, ashobah bighoirihi dan ashobah ma’a
ghoirihi
a) Ashobah
binafsihi ; yaitu ahli waris yang menjadi ashobah
dengan sendirinya (secara otomatis), mereka adalah :
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki
dari anak laiki-laki dst. kebawah selama pertaliannya masih laki-laki.
3. bapak.
4. kakek dari bapak
dst.ke atas.
5. saudara laki-laki
sekandung
6. saudara laki-laki
sebapak
7. anak laki-laki
dari saudara laki-laki sekandung (ponakan)
8. anak laki-laki
dari saudara laki-laki sebapak (ponakan)
9. saudara laki-laki
bapak (paman/wa’) yang seibu sebapak dengan bapak
10. saudara laki-laki
bapak (paman/wa’) yang sebapak dengan bapak
11. anak laki dari saudara
laki-laki bapak (paman/wa’) yang seibu sebapak dengan bapak
12. anak laki dari
saudara laki-laki bapak (paman/wa’) yang sebapak dengan bapak
13. wala’ (laki-laki
yang memerdekakan pewaris dari perbudakannya).
b) Ashobah
bighoihi, ahli waris yang menjadi ashobah dengan sebab
ditarik oleh ahli waris tertentu dari ashobah binafsishi, mereka adalah ;
1.
anak perempuan, dengan sebab adanya anak
laki-laki
2.
cucu perempuan dari anak laki-laki dengan
sebab adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki.
3.
saudara perempuan seibu sebapak dengan sebab
adanya saudara laki-laki yang seibu sebapak
4.
saudara perempuan sebapak dengan sebab adanya
saudara laki-laki yang sebapak
c)
Ashobah ma’a ghoirihi ;yaitu ahli waris yang menjadi ashobah karena
bersama-sama ahli waris lain yang tertentu dari dzawil furudh, mereka adalah:
1.saudara perempuan
sekandung apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari
anak laki-laki.
2.saudara perempuan
sebapak apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari
anak laki-laki.
Hijab
Hijab berarti tabir atau penghalang
bagi ahli waris untuk mendapat harta warisan karena ada ahli waris yang lebih
dekat atau lebih berhak. Hijab ada dua :
1.
Hijab Nuqshon, adalah hijab yang dapat mengurangi bagian
dari harta warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli
waris lain tertentu pula. Missal istri mendapat bagian ¼ namun karena
bersama anak atau cucu maka ia mendapat 1/8 .
2.
Hijab Hirman, adalah hijab
yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya atas harta warisan karena
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak, antara lain :
1.
cucu laki-laki tidak berhak memperoleh harta
warisan karena ada anak laki-laki.
2.
kakek tidak berhak memperoleh harta warisan
selama ada bapak.
3.
nenek tidak berhak memperoleh harta warisan
selama ada ibu
4.
Saudara sekandung tidak berhak memperoleh
harta warisan selama ada anak laki-laki dan bapak.
5.
Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak
berhak memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki , cucu laki , bapak,
saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung jika berashobah
dengan anak perempuan sekandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar