Sabtu, 02 November 2013

waris

HUKUM WARIS
            Ilmu Faraaid ialah ilmu yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Tujuan ilmu faraaid adalah agar pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli warisyang dirugikan sehingga tidak ada perselisihan atau perpecahan antar ahli waris karena pembagian harta warisan.
            Waris maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Rukun waris ada tiga:
  1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
  2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
  3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.
Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta peninggalan adalah:
1.      Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya menggunakan harta miliknya, dengan catatan tidak boleh berlebihan. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak wafatnya hingga pemakamannya. Di antaranya, biaya memandikan, pembelian kain kafan, biaya pemakaman, dan sebagainya hingga mayit sampai di tempat peristirahatannya yang terakhir.
Satu hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialah bahwa segala keperluan tersebut akan berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan mayit, baik dari segi kemampuannya maupun dari jenis kelaminnya.
2.      Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewaris ditunaikan terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta peninggalan pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepada ahli warisnya sebelum utang piutangnya ditunaikan terlebih dahulu
Syarat-syarat waris juga ada tiga:
  1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
  2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
  3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
  1. Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
  2. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.
  3. Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.

Penggugur hak waris :
1.      Budak
2.      Pembunuhan
3.      Perbedaan agama

Sebelum harta benda dibagi kepada ahli waris selesaikan terlebih dahulu hal-hal berikut :
  1. Zakat; bila harta peninggalan belum dikeluarkan zakatnya.
  2. Biaya pengurusan pewaris sejak dari sakit sampai selesai pemakaman jenazahnya.
  3. Hutang; jika pewaris meninggalkan hutang.
  4. Wasiat ; jika pewaris berwasiat untuk diserahkan pada seseorang atau lembaga guna kepentingan syiarul Islam, wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari seluruh harta warisan, kecuali para ahli waris sepakat melebihkannya. Dan wasiat tidak boleh ditujukan pada ahli waris, kecuali disetujui seluruh ahli warisnya.
Ketentuan Perolehan Harta Waris.
            Pembagian harta waris dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Dlawil Furudh, Ashobah dan Dlawil Arham
1. Dzawil Furudh, yakni ahli waris yang ketentuan perolehannya sudah ditentukan oleh syara’  yakni : 1/2,1/4, 1/8, 1/3, 1/6 dan 2/3.disebut juga Furudhul Muqaddarah
a) Ahli waris yang memperoleh bagian setengah (1/2) :
1.   anak perempuan tunggal (Q.S. An-Nisa :11)
2.   cucu perempuan tunggal (dari anak laki-laki)
3.   saudara perempuan tunggal yang sekandung (Q.S. An-Nisa :176)
4.   saudara perempuan tunggal yang sebapak
5.   suami, apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S An-Nisa : 12)

b) Ahli waris yang memperoleh bagian seperempat (1/4)
1.   suami, apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun  perempuan. (Q.S An-Nisa : 12)
2.   istri, seorang atau lebih apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S An-Nisa : 12).

c) Ahli waris yang memperoleh bagian seperdelapan (1/8)
1.   istri, seorang atau lebih apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S An-Nisa : 12).

 d) Ahli waris yang memperoleh bagian sepertiga (1/3)
1.   ibu, apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu ( dari anak laki-laki ) baik laki-laki maupun perempuan, atau dua orang saudaranya/lebih laki-laki maupun perempuan sekandung/sebapak/seibu saja. (Q.S An-Nisa : 11).
2.   dua orang saudara seibu /lebih laki-laki maupun perempuan (Q.S An-Nisa : 12).


e) Ahli waris yang memperoleh bagian seperenam (1/6)
1.   bapak atau kakek, apabila ada anak/cucu
2.   ibu, apabila ada anak/cucu atau ada dua orang saudara lk./prp. atau lebih
3.   nenek, seorang atau lebih, bila tidak ada ibu
4.   seorang saudara seibu,  baik laki-laki maupun perempuan
5.   cucu perempuan seorang atau lebih, apabila ada seorang anak perempuan, tetapi bila anak perempuannya lebih dari seorang maka cucu hijab( tidak mendapat warisan).
6.   seorang saudara perempuan sebapak atau lebih apabila ada seorang saudara perempuan sekandung, tetapi apabial saudara sekandungnya lebih dari seorang maka saudara perempuyan sebapak hijab (tidak mendapat warisan).

f)  Ahli waris yang memperoleh bagian duapertiga (2/3)
1.   dua orang anak perempua atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. (Q.S An-Nisa : 11).
2.   dua orang cucu perempua atau lebih dari anak laki-laki, bila tidak ada anak perempuan.
3.   dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung (Q.S. An-Nisa :176)
4.   dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak .

2. Ashobah : yaitu ahli waris yang mendapat bagian warisannya tidak ditentukan,  yaitu setelah diambil oleh ahli waris yang termasuk dzawil furudh. Ashobah terbagi menjadi tiga bagian yaitu Ashobah binafsihi, ashobah bighoirihi dan ashobah ma’a ghoirihi
a) Ashobah binafsihi ; yaitu ahli waris yang menjadi ashobah  dengan sendirinya (secara otomatis), mereka adalah :
1.      anak laki-laki
2.      cucu laki-laki dari anak laiki-laki dst. kebawah selama pertaliannya masih laki-laki.
3.      bapak.
4.      kakek dari bapak dst.ke atas.
5.      saudara laki-laki sekandung
6.      saudara laki-laki sebapak
7.      anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (ponakan)
8.      anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak (ponakan)
9.      saudara laki-laki bapak (paman/wa’) yang seibu sebapak dengan bapak
10.  saudara laki-laki bapak (paman/wa’) yang sebapak dengan bapak
11.  anak laki dari saudara laki-laki bapak (paman/wa’) yang seibu sebapak dengan bapak
12.  anak laki dari saudara laki-laki bapak (paman/wa’) yang sebapak dengan bapak
13.  wala’ (laki-laki yang memerdekakan pewaris dari perbudakannya).
b) Ashobah bighoihi, ahli waris yang menjadi ashobah dengan sebab ditarik oleh ahli waris tertentu dari ashobah binafsishi, mereka adalah ;
1.   anak perempuan, dengan sebab adanya anak laki-laki
2.   cucu perempuan dari anak laki-laki dengan sebab adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki.
3.   saudara perempuan seibu sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki yang seibu sebapak
4.   saudara perempuan sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki yang sebapak
 c) Ashobah ma’a ghoirihi ;yaitu ahli waris yang menjadi ashobah karena bersama-sama ahli waris lain yang tertentu dari dzawil furudh, mereka adalah:
1.saudara perempuan sekandung apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
2.saudara perempuan sebapak apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

Hijab
            Hijab berarti tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk mendapat harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak. Hijab ada dua :
1. Hijab Nuqshon, adalah hijab yang dapat mengurangi bagian dari harta warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris lain tertentu pula. Missal istri mendapat bagian ¼  namun karena bersama anak atau cucu maka ia mendapat 1/8 .
2. Hijab Hirman, adalah hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya atas harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak, antara lain :
1.   cucu laki-laki tidak berhak memperoleh harta warisan karena ada anak laki-laki.
2.   kakek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada bapak.
3.   nenek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada ibu
4.   Saudara sekandung tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki dan bapak.

5.   Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki , cucu laki , bapak, saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung jika berashobah dengan anak perempuan sekandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar